Mungkin sudah menjadi rahasia umum bahwa kekuasaan dan kesuksesan dapat menimbulkan hal-hal aneh pada orang pada umumnya. Serial seperti “House of Cards”, “Suits”, dan “Billions” juga membahas subjek ini dalam konteks fiksi dan seringkali sangat dekat dengan kenyataan.
Para peneliti telah melakukan beberapa penelitian untuk mengetahui apa sebenarnya pengaruh kekuatan terhadap otak manusia. Sudah Dacher CeltneSebagai seorang profesor psikologi di University of California di Berkeley, ia menemukan bahwa orang terkadang mengalami perubahan perilaku yang signifikan setelah mendapatkan kekuasaan: Mereka menjadi kurang sadar akan risiko, lebih impulsif, dan juga memiliki lebih sedikit empati.
“Paradoks Kekuatan”
Investigasi ini mencakup antara lain Ahli saraf Sukhvinder Obhi dari Universitas McMaster di Ontario. Dia membandingkan aktivitas otak dan rangsangan otak tertentu antara orang yang tidak berkuasa dan orang yang berkuasa.
Untuk melakukan ini, dia menggunakan mesin yang bisa mengukur semuanya dengan menggunakan rangsangan magnet. Antara lain, wilayah kelompok berkuasa yang bertanggung jawab untuk menempatkan diri sendiri dalam perspektif orang lain sangatlah terbatas.
Dari sini, Obhi menyimpulkan apa yang disebut paradoks kekuasaan: Untuk mendapatkan kekuasaan, tingkat empati tertentu sebenarnya sangat penting. Namun, begitu seseorang memperoleh pengaruh, mereka sering kali kehilangan kemampuan yang membawa mereka ke posisi ini.
“Defisit empati” semakin diperburuk oleh hierarki yang lebih tinggi
Tugas-tugas yang membutuhkan perubahan atau setidaknya pemahaman tentang sudut pandang orang lain umumnya dilakukan dengan lebih buruk oleh orang-orang yang mempunyai kekuasaan. Masalah lain dalam bidang ini adalah hierarki atasan dan karyawan. Banyak karyawan yang cenderung lebih setuju dengan atasannya, meskipun mereka sama sekali tidak setuju.
Bayangan cermin dari atasannya sampai pada meniru gerak tubuh dan ekspresi wajah. Hal ini semakin meningkatkan “defisit empati”. Keltner berasumsi bahwa orang yang berkuasa pada akhirnya akan berhenti berpartisipasi secara emosional dalam perasaan dan pengalaman orang lain.